Monday, April 21, 2014

BELAJAR DARI RESTORASI MEIJI

Pertengahan 1868, cerita baru terukir dalam sejarah Jepang. Negeri itu keluar dari keterbelakangan yang membelenggu selama kurang lebih 200 tahun. Ditandai dengan pengembalian kekuasaan kepada kaisar Mutsuhito atau yang kemudian dikenal sebagai kaisar Meiji dan menjadi tanda berakhirnya zaman Edo. Zaman dimana Jepang menganut paham sakokunya (terisolir) dari dunia luar.
Pada era restorasi, Jepang dipimpin oleh seorang kaisar muda yang visioner. Di tangan kaisar Meiji Jepang menjelma menjadi Negara yang modern. Keluar dari keterasingan dengan semboyan fukoku kyouhei (Negara makmur, militer kuat). Restorasi Meiji memberi dampak pada percepatan industrialisasi dan transformasi ekonomi, walaupun juga membawa konsekuensi hilangnya beberapa tradisi khas yang bertahan turun-temurun.
Apa yang menarik dari restorasi Meiji? Sepintas tidak ada yang berbeda dengan revolusi besar yang terjadi di dunia pada abad sebelumnya seperti di Perancis, Inggris dan Amerika. Tetapi, butuh ratusan tahun bagi Negara-negara tadi mencapai titik “golden rule” seperti yang di cita-cita kan. Berbeda dengan Jepang yang hanya butuh waktu tak lebih dari lima dekade untuk melaju pesat menyamai Negara-negara barat.
Menjadi Negara yang modern, maju dan kuat, namun tetap menjunjung tinggi nilai-nilai ke timuran yang telah menjadi budaya adalah visi besar restorasi meiji. Lepas dari aroma politik dan lika-liku yang mengikuti. Kini Jepang telah tumbuh menjadi Negara maju di dunia. Jepang menjadi salah satu kiblat teknologi canggih dan mencatatkan GDP USD 5,96 Trilliun.
Keberhasilan restorasi Meiji dirasakan berasal dari dua kunci besar. Yakni kemampuan untuk belajar dengan cepat dan karakter dasar masyarakat Jepang itu sendiri yang ulet. Awalnya, masyarakat Jepang baru menyadari bahwa mereka telah jauh tertinggal dari Negara lain. Maka, salah satu cara untuk mengejar ketertinggalan itu adalah dengan pendidikan. Sembari tetap menjaga nilai-nilai keluhuran yang telah diwariskan. Nilai-nilai tradisional itulah yang nanti akan melindungi Jepang dari godaan imperialisme modern yang cenderung hedonis.


Belajar dengan cepat
Tak butuh berapa lama. Jepang disulap menjadi Negara yang modern setelah mulai membuka diri dengan dunia luar. Infrastruktur, teknologi, hingga tatanan kehidupan sosial tersentuh modernitas barat. Tapi rakyat Jepang menyadari, mereka tidak boleh hanya sebagai penikmat teknologi dan euforia kemajuan. Mereka harus mandiri serta menjadi penggerak modernisasi di masa yang akan datang, setara dengan Negara-negara barat.
Untuk mencapai cita-cita itu, anak-anak muda yang potensial dikirim belajar ke luar negeri. Tujuannya jelas, mencari ilmu sebanyak mungkin, kemudian pulang dan diterapkan di Jepang. Mereka inilah yang kemudian pulang dan turut dilibatkan membangun Negara. Sembari mengundang ahli-ahli dari barat untuk bekerja membangun Jepang.
Etos kerja yang tinggi dibalut dengan kedisiplinan telah menjadi karakter khas masyarakat. Sikap ini yang membuat anak-anak muda yang belajar di luar negeri tadi menjadi duta restorasi Meiji. Kini Jepang menikmati buah investasi yang dibangun ratusan tahun lalu. Jepang telah menjelma menjadi raksasa baru dunia dan disegani pada era perang dunia hingga saat ini.
Restorasi membawa modernisasi yang toleran. Tetapi karakter asli masyarakat Jepang tidak pernah hilang. Kedisiplinan, etos kerja tinggi, sikap menghargai waktu dan kerja keras turut mengantar restorasi berlangsung cepat. Jepang bukanlah negara yang kaya sumber daya alam. Mereka hanya mengolah sumber daya alam dari negara lain. Negeri ini pun juga rawan bencana dan kalah telak pada perang dunia 2. Tapi begitu cepatnya Jepang bangkit dari keterpurukan hingga mencapai kemajuan dengan sangat cepat.
Misi besar yang diusung adalah menjadi negara modern namun tetap menjunjung norma ketimuran. Walau  telah menjadi negara maju, masyarakat tetap menjunjung tinggi budaya asli. Orang Jepang mempunyai rasa malu yang tinggi namun gengsi nya rendah. Masih lekang dalam ingatan bagaimana mantan PM Taro Aso meminta maaf dan langsung mengundurkan diri karena merasa gagal membawa kemajuan bagi Jepang dan kembali maju ketika diminta untuk melunasi hutang sebagai “pelayan” rakyat. Restorasi telah sukses mengantar Jepang kepada kemajuan lewat modernisasi namun juga tetap mempertahankan nilai-nilai warisan budaya dengan harmonis.
Apa yang telah dialami Jepang selayaknya menjadi pelajaran bagi Indonesia. Negeri  ini tak kurang cerita heroik untuk membakar semangat. Indonesia juga relatif memiliki kesamaan dengan Jepang dalam banyak segi. Bahkan Indonesia memiliki keunggulan dari sisi sumber daya alam. Dalam hal ini, membangun pendidikan seperti keberhasilan Jepang patut ditiru. Faktor ini adalah elemen yang sangat vital. Pendidikan dapat mengikis mindset tradisional yang destruktif terhadap kemajuan dan mampu membuka jendela inovasi serta modernisasi.
Selanjutnya, pendidikan moral layaknya dibenahi. Negeri ini harus membudayakan rasa malu atas kesalahan yang dibuat. Sembari mengikis sifat-sifat hedonisme, meterialistik sebagai konsekuensi logis dari imperialisme modern. Rasa gemar untuk belajar serta menjunjung tinggi ilmu pengetahuan harus membudaya. Seraya memastikan bahwa nilai-nilai kearifan lokal terus dipertahankan, karena nilai itulah yang menjadi daya saing dan tameng pelindung terhadap degradasi sosial. Banyak inspirasi besar yang bisa ditiru. Lihat bagaimana Bupati Bantaeng Sulawesi Selatan, Walikota Bandung dan Surabaya sukses membangun daerahnya masing-masing dengan semangat perubahan yang cerdas tapi tetap mempertahankan nilai kearifan lokal. Restorasi adalah semangat perubahan yang hanya dapat dimulai dengan semangat kecintaan kepada tanah air. Seperti success story Kaisar Meiji.
Avi Budi Setiawan, SE., M.Si: Pengajar Jurusan Ekonomi Pembangunan FE UNNES; peneliti K2EB

0 comments:

Post a Comment