Monday, April 21, 2014

MEMAKNAI KELESTARIAN LINGKUNGAN DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Dewasa ini, dunia dihadapkan pada isu pemanasan global. Hampir seluruh Negara satu visi dalam menyikapinya. Negara-negara maju dan berkembang memandang isu ini akan menjadi penghambat kehidupan di masa yang akan datang. Sektor ekonomi pun juga akan merasakan dampak dari efek pemanasan global yang merupakan implikasi menurunnya kualitas lingkungan hidup, pencemaran dan kerusakan alam. Fenomenanya pun kini mulai dapat dirasakan oleh masyarakat. Muka air laut yang meninggi sebagai akibat dari mencairnya es di kutub, musim kemarau yang panjang, pergeseran iklim serta masih banyak lagi. Dunia seakan-akan mencari keseimbangan lingkungan baru dimana aspek polusi dan kerusakan lingkungan tertoleransi didalamnya.
Efek dari pemanasan global tidak hanya berdampak dari sisi lingkungan hidup namun juga berbagai aspek dari sisi ekonomi, dan sektor pertanian salah satunya. Pemanasan global membuat cuaca dan iklim mulai berubah, kemarau panjang, hujan terlalu sering muncul. Sering terjadi kekeringan pada saat kemarau tapi pada saat penghujan banjir juga sering terjadi sebagai akibat dari degradasi lingkungan. Harga beragam komoditas pangan dunia juga cenderung melambung berdasarkan rilis data FAO terbaru.
Sektor industri dianggap menjadi salah satu penyumbang terbesar bencana lingkungan ini. Polusi yang ditimbulkan dari aktivitas industri menyebabkan emisi karbon yang dilepaskan ke udara sangatlah tinggi. Alam tidak dapat menyerap emisi karbon yang dikeluarkan oleh industri. Hal ini, antara lain disebabkan karena alam sendiri terganggu keseimbangannya karena mengalami kerusakan lingkungan. Globalisasi dunia menuntut industri dan sektor ekonomi harus terus berkembang untuk memenuhi kebutuhan manusia yang semakin dinamis. Sumberdaya alam akan terus tergerus untuk memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat. Implikasinya adalah pengambilan sumberdaya alam sebagai bahan baku secara besar-besaran untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Kini luas hutan lindung di dunia mulai berkurang akibat dari dibukannya lahan perkebunan. Aktivitas pertambangan secara besar-besaran dilakukan pada areal konservasi sumber daya alam. Belum lagi pencemaran lingkungan yang terjadi akibat aktivitas pertambangan. Lokasi tambang biasanya dibuka pada areal lingkungan terbuka. Mengeruk material yang ada di dalam bumi. Banyak kasus yang menunjukan bahwa lokasi tambang dibuat di tengah hutan lindung yang seharusnya menjadi paru-paru udara. Belum lagi setelah tambang tidak lagi beroperasi, lahan sisa penambangan hanya akan menjadi kawasan rusak yang tidak termanfaatkan dan tidak sehat. Meninggalkan sisa-sisa aktivitas penambangan yang merusak alam, kandungan hara dalam tanah juga telah hilang.
Perkembangan era globalisasi membawa dampak berubahnya pola hidup. Masyarakat cenderung konsumtif dan kurang peduli dengan isu kelestarian lingkungan. Orientasi kehidupan saat ini cenderung pada aspek sosial dan ekonomi bukan keselarasan dengan lingkungan. Polusi industri sudah berada pada level yang tinggi baik polusi tanah, air maupun udara. Hutan yang seharusnya menjalankan peran sebagai penyerap karbon tidak dapat menjalankan fungsi kodrat nya dengan baik karena hutan sendiri telah rusak akibat deforestasi, alih fungsi hutan menjadi lahan perkebunan, pertambangan dan lain sebagainya.
Kampanye Perubahan
Masyarakat dunia sebenarnya tidak tinggal diam akan hal ini. Banyak konferensi perubahan iklim digelar untuk mencari solusi konstruktif akan permasalahan yang telah menjadi masalah bersama. Tak kurang Bali Concord, Protokol Kyoto, Protokol Rio dan berbagai konferensi yang melibatkan Negara maju dan berkembang digelar untuk mencari solusi permasalahan isu perubahan iklim dan kerusakan lingkugan hidup. Namun, hasil yang diperoleh belum dapat dikatakan sesuai harapan. Banyak kepentingan yang muncul dan menjadi penghambat upaya memperoleh solusi. Isu jual beli karbon menjadi salah satu isu yang kemudian muncul dan berkembang dimana seolah tanggung jawab menjaga kelestarian lingkungan dibebankan kepada Negara berkembang. Hal ini sama saja mentoleransi industrialisasi Negara maju yang polutif dan meminta Negara berkembang untuk mengelola pencemaran lingkungan dengan kompensasi finansial. Implikasinya tentu saja alam menjadi rusak karena dipaksa menerima beban polusi.
Menjaga kelestarian hidup sepantasnya tiak dimaknai dengan pelimpahan tanggung jawab untuk menjalankannya. Hal ini merupakan kewajiban bersama dari semua pihak yang mampu dan mau untuk berpartisipasi dan sadar akan arti penting kelestarian lingkungan. Adalah sebuah kritik yang kurang membangun apabila hanya menunjukan dampak kerusakan ekosistem hutan, hilangnya keseimbangan alam, terganggunya habitat flora dan fauna serta berkurangnya lahan hutan. Dimana hal itu terjadi akibat tingginya laju deforestasi. Pertanyaanya adalah apa yang bisa kita lakukan untuk mengatasi hal ini? Padahal kebutuhan manusia semakin besar, resiko polusi juga semakin besar. Upaya menjaga kelestarian hutan seperti apa yang harus dilakukan untuk menjaga dunia? Apakah hanya cukup dengan reboisasi? Sebuah pertanyaan kecil yang menggugah pemikiran semua pihak. “Apa yang dapat kita lakukan?”
Hutan memang menjadi salah satu elemen terdepan dalam menjaga kualitas lingkungan. Menjaga kawasan hutan konservasi adalah salah satu upaya untuk mengatasi masalah pemanasan global. Namun, perlu diingat bahwa aspek penyebab pemanasan global juga perlu untuk mendapatkan sentuhan pemecahan masalah. Apabila hutan dijaga kelestariannya apakah hal itu akan menjamin lingkungan lestari tanpa membatasi laju polusi yang berar-besaran. Bukankah beban hutan sebagai paru-paru dunia akan terus bertambah? Lepas daripada itu semua, perlu ada komitmen untuk menjaga kelestarian hutan dari semua pihak. Bukan hanya pemerintah namun juga masyarakat sekitar hutan, koorporasi, lembaga swadaya dan lain sebagainya. Kesadaran bersama akan pentingnya menjaga kelestarian hutan akan terbangun secara kolektif sehingga kebijakan yang dikonstruksi bersama akan berangkat dengan semangat menjaga kelestarian hutan.
Menjaga kelestarian alam tidak hanya berhenti pada upaya menjaga hutan. Lingkungan sekitar tempat tinggal manusia juga dapat menjadi obyek konservasi lingkungan. Pemahaman akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan tidak hanya terbatas pada upaya menjaga hutan sebagai lokomotif utama namun juga harus dengan serangkaian usaha yang bervariasi dan terpadu. Kelestarian lingkungan tidak hanya dibebankan sepenuhnya pada hutan. Upaya ini dapat dimulai pada kawasan permukiman. Pembangunan ruang terbuka hijau yang efektif dapat dijadikan alternatif. Selama ini, pembangunan ruang terbuka hijau yang dilakukan justru meninggalkan esensi utamanya yakni sebagai penyangga paru-paru kota. Ruang terbuka yang dibangun lebih mengarah kepada penyedia fasilitas publik seperti sarana olahraga, jogging track, lapangan olahraga, arena bermain dan lain sebagainya. Hanya sedikit pohon besar sebagai penyerap karbon yang berada di tengah ruang terbuka sebagai penyerap karbon.
Oleh karena itu, diperlukan penataan kembali dalam pembangunan ruang terbuka yang sesuai dengan kapasitasnya di kawasan kota. Sekiranya membangun hutan di tengah kota dapat menjadi alternatif. Membangun kawasan yang sehat di lingkungan seperti gerakan penghijauan kota dapat dilakukan dari level rumahtangga hingga pelaku usaha. Sekiranya perlu ada kewajiban untuk membuat kawasan hijau pada setiap lokasi hunian. Fasilitas sosial dan publik seperti sekolah, rumah sakit, perkantoran, pabrik juga perlu untuk menyediakan ruang terbuka hijau. Pembangunan taman di atap gedung, di depan rumah dan kompleks perkantoran, di sepanjang jalan protokol, daerah sepanjang sungai dan pada setiap ruang kosong yang ada dirasakan layak untuk diaplikasikan. Esensinya adalah untuk mengurangi beban hutan sebagai penyerap emisi karbon.
Namun, jangan lupakan peran desa sebagai kawasan penyangga utama dalam peningkatan kualitas lingkungan hidup. Desa yang menjadi sentra pertanian dapat menjalankan fungsi bersama sebagai kawasan penyangga lingkungan hidup dengan cara dilindungi lingkungannya. Perlu dipastikan agar desa tidak kehilangan fungsi dan identitasnya sebagai cagar lingkungan. Menyematkan gelar kepada petani perdesaan, warga sekitar hutan, dan masyarakat yang peduli lingkungan sebagai duta lingkungan hidup sekiranya lebih bermakna dibandingkan memilih duta lingkunagn hidup namun hanya berfungsi normatif saja. Tentu saja hal ini akan dapat berjalan dengan baik apabila ada dukungan dan tauladan dari pemimpin serta kesadaran semua pihak.
Menjaga kelestarian lingkungan tidak hanya dapat dilakukan dari aspek lingkungan saja. Perlu ditelaah kembali tentang alasan lain penyebab kerusakan lingkungan. Selama ini, polusi yang terjadi antara lain disebabkan karena aktifitas ekonomi dan sosial manusia yang cenderung meningkat. Dapat dibayangkan bagaimana berkembangnya industri, pertambangan, perdagangan dan aktivitas ekonomi lain. Aktivitas ini membutuhkan bahan baku dari alam yang besar dan juga akan meninggalkan residu berupa polusi. Sehingga upaya menjaga kelestarian lingkungan juga perlu diselesaikan melalui titik ini.
Konvensi perubahan iklim belum menghasilkan kesepakatan yang jelas terkait upaya pengurangan emisi karbon akibat dari aktivitas industri di Negara maju. Padahal penyumbang emisi karbon terbesar berasal dari Negara maju dan Negara industri besar. Menarik ketika sebuah harian China melaporkan bahwa setiap pagi kota Beijing dan beberapa kota indutri di China selalu tertutup kabut yang mana kabut itu ternyata berasal dari aktivitas industri. Emisi gas buang dari aktivitas transportasi juga menjadi permasalahan yang menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan hidup. Hal ini sebagai dampak dari tingginya aktivitas transportasi yang ditunjukan dengan tingginya permintaan kendaraan bermotor, permintaan akan transportasi umum implikasinya adalah meningkatnya permintaan bahan bakar fosil. Belum lagi kebakaran hutan yang sering terjadi pada saat musim kemarau  juga menjadi kontributor polusi yang mengangu aktivitas.
Sekiranya diperlukan serangkaian inovasi dalam menyikapi permasalahan ini. Pertanyaannya adalah apakah dunia berpangku tangan?. Jawabannya tidak. Banyak inovasi teknologi dilakukan untuk menciptakan teknologi ramah lingkungan. Mulai dari yang masih bersifat prototype hingga yang telah diaplikasikan. Sistem pertanian organik misalnya dikembangkan untuk menjaga kesuburan tanah dan menjaga tanah tidak tercemar kandungan kimia berbahaya. Upaya untuk mengembangkan bahan bakar nabati untuk mengurangi ketergantungan akan bahan bakar fosil yang mulai langka dan cenderung meninbulkan polusi, melakukan efisiensi industri dengan konsep reduce, reuse, recycle dengan maksud agar manusia tidak selalu bergantung pada alam akan penyediaan bahan baku serta memanfaatkan limbah agar tidak menjadi beban lingkungan, mulai beralih ke angkutan umum massal dan masih banyak konsep lain yang sangat cemerlang.
Pertanyannya adalah apakah semua hal ini akan berhasil?. Diperlukan kesadaran kolektif dengan memandang alam merupakan sesuatu yang penting. Industri memang akan selalu menghasilkan polusi. Namun diperlukan manajemen polusi untuk menjaga agar polusi yang diakibatkan dari aktivitas industri tidak menyebabkan lingkungan tercemar. Harus ada mekanisme pengolahan limbah yang tidak berbasis pada konsep asal buang limbah. Koorporasi dianggap perlu untuk selalu peduli dengan lingkungan sekitar melalui corporate social responsibility yang fokus pada penataan lingkungan sekitar, kawasan terdampak polusi industri dan kompensasi sosial bagi masyarakat sekitar. Analisis mengenai dampak lingkungan akibat dari pembangunan selayaknya harus dijalankan secara independen dan tegas.
Menjaga kelestarian lingkungan tidak hanya menjadi tanggung jawab alam itu sendiri dengan menciptakan keseimbangan pada alam tersebut. Upaya yang kita lakukan dengan menjaga kelestarian hutan, lingkungan sekitar pada dasarnya adalah menjaga daya dukung alam berada pada keseimbangannya kembali. Namun, sebuah hal besar yang lain adalah bagaimana kita membuat faktor-faktor yang menyebabkan keseimbangan alam terganggu dapat diminimalisir. Sangat naïf apabila menjaga kelestarian alam dilakukan dengan mengurangi jumlah industri, areal tambang, areal perkebunan, dan mengurangi aktivitas ekonomi. Jumlah manusia yang terus bertambah pastinya akan membawa konsekuensi logis berupa kebutuhan mereka yang bertambah pula. Ditambah dengan era globalisasi yang tentu saja membawa dampak perlunya memenuhi kebutuhan manusia yang semakin dinamis. Namun, hal ini perlu dibatasi dengan menggugah kesadaran akan arti pentingnya menjaga lingkungan agar tetap lestari. Sehingga alam akan tetap menemukan keseimbangannya dan tidak ada upaya untuk mengatasnamakan kebutuhan manusia dengan mentoleransi eksploitasi sumberdaya alam secara besar-besaran. Oleh karena itu, konsep yang dibangun adalah bagaimana tetap menjaga alam tetap lestari namun juga menjaga agar industri dan aktivitas ekonomi berjalan selaras dengan alam.
Oleh: Avi Budi Setiawan, SE., M.Si. Staf Pengajar Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Unnes

0 comments:

Post a Comment