Monday, April 21, 2014

TAHUN POLITIK DAN MOMENTUM KEBANGKITAN EKONOMI

Performa perekonomian nasional sepanjang 2013 belum dapat dikatakan menggembirakan. Indikator makro ekonomi menunjukan kinerja penurunan. Pertumbuhan ekonomi tahun 2013 hanya sebesar 5,78%; inflasi 8,38% lalu defisit neraca perdagangan mencapai USD 4 Milyar dan nilai tukar rupiah menembus Rp. 12.000 per USD. Banyak hal yang dianggap turut melatar belakangi pelambatan pertumbuhan ekonomi nasional di tahun lalu.
Volume ekspor pada medio 2013 cenderung mengalami penurunan di tengah kelesuan ekonomi dunia, harga beberapa komoditas andalan juga jatuh. Pada saat yang sama, konsumsi domestik melonjak tajam. Di sisi lain kebutuhan bahan baku industri yang dipenuhi dengan impor mengalami kenaikan. Belum lagi efek kenaikan harga BBM yang memukul sektor informal lewat goncangan inflasi. Beberapa faktor lain turut memberikan andil mulai dari praktek KKN dan ketiadaan sinkronisasi kebijakan antar lembaga.
Tahun ini Indonesia akan menyelenggarakan pesta demokrasi akbar 5 tahunan. Pemilu akan diselenggarakan untuk memilih anggota legislatif kemudian diikuti pemilihan presiden. Bukan rahasia lagi, ini akan menjadi hajatan besar yang ditunggu dan menjanjikan “cerita akhir” yang dinantikan oleh semua kalangan. Kesuksesan penyelenggaraan pemilu juga menunjukan tingkat kematangan berdemokrasi lewat partisipasi aktif masyarakat serta proses pergantian pemerintahan yang berjalan sesuai konstitusi.
Sejatinya pemilu turut menjanjikan putaran uang yang besar bagi perekonomian. Setidaknya sektor UMKM, industri logistik, distribusi, dan transportasi akan bergerak. Tapi tidak berhenti sampai di situ saja. Ekspektasi pelaku pasar juga akan tinggi jelang dan pasca pemilu dilaksanakan. Pasar akan sangat menantikan patron kebijakan, paket stimulus dan strategi pengembangan ekonomi baru yang akan dilakukan oleh pemerintahan yang akan datang.
Tak terkecuali pada pesta demokrasi tahun ini. Masyarakat menaruh harapan yang sangat tinggi terhadap pemerintahan yang akan datang, pun juga para pelaku pasar. Di tengah pelambatan ekonomi yang terjadi tahun lalu, ditambah dengan persiapan Indonesia menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015. Rasanya sangat pantas apabila pasar menaruh harapan tinggi kepada pemerintahan yang akan terbentuk sebentar lagi.
Pemerintahan baru nanti akan langsung dihadapkan dengan jutaan harapan masyarakat serta pekerjaan rumah yang cukup berat. Target pertumbuhan ekonomi 2014 sebesar 5,8% sampai 6,1%; peningkatan kinerja ekspor untuk mengatasi defisit necara perdagangan; menstabilkan kembali nilai tukar rupiah; dan menjaga inflasi pada batas aman di kisaran 4,5%. Belum lagi dengan beragam problem ketimpangan distribusi pendapatan, penegakan hukum, perbaikan kualitas lingkungan, pendidikan, kemiskinan, isu-isu internasional serta beragam permasalahan lain.
Indikator perekonomian sepanjang awal tahun 2014 memang menunjukan kinerja yang positif.  Neraca perdagangan mencatatakan surplus sebesar USD 785,3 juta pada bulan februari. (Kompas, 1/1/2014). Harapannya tren itu selalu terjaga hingga penghujung tahun. Inflasi bulanan sepanjang trimester pertama juga menunjukan kestabilan. Nilai tukar rupiah relatif menguat ke level Rp 11.200 per USD diikuti dengan penguatan IHSG. Lepas dari suhu politik yang “memanas” jelang pesta demokrasi, kinerja makro ekonomi mulai menunjukan sinyal positif.
Tetapi kita perlu berhati-hati. Jangan sampai terlena dengan sinyal positif yang masih terlalu prematur ini. Masih teringat bagaimana tahun lalu perekonomian menunjukan kinerja menggembirakan di awal tahun namun merosot di akhir tahun. Alangkah terlalu naïf jika ada anggapan bahwa peningkatan kinerja variabel makro ekonomi tadi diakibatkan respon positif pasar menjelang pemilu, tanpa memberikan ruang bagi penjelasan-penjelasan teknis yang detail.
Saatnya Bangkit
Pemerintahan baru yang diperoleh dari hasil pemilu nanti setidaknya akan memberikan semangat baru dalam tatanan kenegaraan. Di satu sisi, hal ini sangatlah positif karena akan ada harapan kesegaran dalam arah kebijakan nasional, tak terkecuali kebijakan perekonomian. Arah kebijakan baru adalah harapan baru untuk akselerasi perekonomian nasional. Pasar akan sangat menantikan kerja pemerintah. Ekspektasi ini tentu saja perlu disikapi dengan serius sembari tetap menjaga tren positif hingga akhir tahun.
Pemilu selayaknya menjadi momentum bagi kebangkitan perekonomian nasional. Pemerintah baru yang akan terbentuk nantinya perlu menggerakan seluruh kekuatan untuk mendorong perekonomian lebih baik lagi, sembari mengeksekusi program-program aksi yang sudah direncanakan. Strategi pembangunan perekonomian yang dibangun hendaknya berpilar pada aspek-aspek fundamental yang telah mengakar serta berlandaskan semangat nasionalisme. Serta terstruktur mulai dari jangka pendek,menengah dan panjang.
Susunan kabinet baru jangan diartikan sebagai rezim ekonomi baru. Apabila itu yang terjadi niscaya tidak akan pernah ada blueprint pembangunan ekonomi Indonesia dalam jangka panjang. Pemerintahan yang baru juga jangan gengsi untuk mengakui keberhasilan pembangunan yang telah diraih pemerintahan sebelumnya sembari meneruskan program jangka panjang yang telah menjadi visi dan misi. Sehingga kebijakan yang dikeluarkan untuk pembangunan ekonomi memang benar-benar bersifat sinergis, evaluatif, dan visioner menatap jangka panjang. Tidak berpedoman pada model pembangunan ekonomi jangka pendek yang responsif dan mengesankan bak strategi “pemadam kebakaran”. Siapapun pemerintah yang baru hendaknya arif menyadari bahwa membangun perekonomian bukanlah kerja lima tahun saja, tapi kerja jangka panjang yang butuh waktu.
Perlu diingat bahwa ukuran keberhasilan pembangunan perekonomian bukan terletak pada asumsi makro ekonomi belaka. Peningkatan perekonomian bukan semata mengacu pada aspek kuantitatif yang termanifestasi dari kumpulan angka-angka yang menunjukan tren naik turun. Pembangunan ekonomi layaknya perlu dimaknai sebagai peningkatan taraf hidup masyarakat yang selaras. Tujuan besarnya adalah menciptakan masyarakat yang adil makmur sejahtera dan merata. Sebagaimana cita-cita luhur pendiri bangsa.
Avi Budi Setiawan, Pengajar Jurusan Ekonomi Pembangunan Unnes; Peneliti K2EB

0 comments:

Post a Comment